Rabu, Juli 29, 2009

Lihat2 Lukisan Yuk...

Category: Feeling & Thoughts

Saya ini pecinta lukisan. Terutama lukisan beraliran naturalisme. Jangan salah, bukan berarti saya mengerti banyak tentang lukisan, ahli lukisan, penilai lukisan, apalagi kolektor lukisan! Sebagai anak kos, enggak mungkin lah di kamar secuil saya nekad koleksi lukisan. (Duit buat beli lukisannya juga tak ada, hehehe) Saya hanya senang melihat dan menikmati lukisan dengan mata seorang manusia awam yang mengagumi dan menghargai keindahan.

Di Indo, museum lukisan favorit saya adalah Museum Neka, di Bali. Tapi kali ini saya ingin menulis tentang lukisan favorit saya di National Gallery of Art, Washington DC, Amerika Serikat, yang berjudul The Voyage of Life. Kebetulan waktu saya mengaduk-aduk file lama di komputer, saya menemukan foto2 yang saya buat waktu berkunjung ke sana beberapa tahun yang lalu. Sayangnya waktu itu saya lupa mencatat nama pelukisnya. :( Mungkin karena terlalu kesengsem lihat sekian banyak lukisan bagus plus kalap jeprat jepret ke sana ke mari.

The Voyage of Life terdiri dari 4 bagian:

1. BEGINNING (PADA AWALNYA)

Pelukis menggambarkan suasana cerah pagi hari saat fajar menyingsing. Seorang bayi mungil duduk dalam perahu yang melaju perlahan meninggalkan gua (yang mungkin melambangkan rahim ibunda) dengan disertai seorang malaikat. Sungai kehidupan digambarkan kecil dan tenang, dengan air yang bening jernih bak cermin. Sang malaikat mengulurkan tangan seolah-olah memberi berkat dan juga menunjukkan jalan. Di foto mungkin kurang kelihatan, tapi di lukisan aslinya diperlihatkan si bayi tampak ceria dan melihat dunia yang baru dimasukinya dengan riang. Semua terasa indah dan menarik baginya.

Ketika kita masih kanak-kanak, panca indera kita masih teramat aktif. Kita melihat dunia ini dengan penuh rasa kagum dan ingin tahu. Kita terpesona oleh warna cerah sebuah mainan baru, pemandangan yang berwarni-warni seperti sirkus atau dufan. Kita berlari-lari di antara angin semilir dan pakaian yang dijemur melambai-lambai di terang matahari, berhenti sejenak untuk mencium bau wangi dari seprei dan taplak bersih yang baru dicuci. Suara denting lonceng penjual es keliling membuat hati kita terlonjak dengan penuh suka cita. Indera kita dipenuhi oleh detil-detil yang menyenangkan, ritual-ritual kecil tapi berarti, benda-benda beraneka warna. Dunia serasa penuh dengan keajaiban yang menakjubkan dan permainan yang menarik.

When we were children, we noticed everything.




2. YOUTH (MASA MUDA)

Bagian kedua menggambarkan bayi tadi sudah tumbuh menjadi seorang pemuda. Ia tidak lagi mau duduk tenang, melainkan setengah berdiri sambil menunjuk ke depan, menunjukkan ketidaksabaran dan keinginan untuk "cepat sampai". Di angkasa si pemuda melihat fatamorgana, sebuah istana yang megah di atas awan. Itulah yang disebut dengan mengejar impian kosong, alias building castle in the air. Perhatikan bagaimana sungai kehidupan digambarkan sudah mulai melebar dan tidak lagi sebening kaca. Bayangan yang tampak di permukaan mulai terdistorsi, tidak persis lagi seperti aslinya. Dan lihat, sang malaikat pelindung tidak ada lagi di dalam perahu, melainkan di luar, di tepian. Gerakannya seolah-olah mencoba memberikan perlindungan dan petunjuk, namun si pemuda yang sudah demikian buta dengan ambisi menggapai "istana di awan" tidak mau mendengarkan.

Saat mulai beranjak dewasa, indera kita mulai tumpul. Kita tidak lagi memperhatikan segala sesuatu. Semua sudah dianggap biasa. Seen it, been there, done that. Kita senantiasa tergesa-gesa, terburu-buru menyelesaikan tugas-tugas kita, untuk kemudian lekas-lekas beralih melakukan hal lain. Sibuk, sibuk, sibuk. Usia muda dan vitalitas seringkali membuat kita sombong dan terlena, seakan-akan kita bakal hidup abadi, kita ingin meraih segalanya.

Keserakahan dan ambisi membuat jiwa dan badan lelah. Ditambah lagi kita bosan karena menganggap dunia dan hidup seperti apa adanya sudah tidak begitu menarik lagi. Karena itulah kita menciptakan big-bang entertainment untuk membuat adrenalin mengalir, bahkan untuk memanipulasi pikiran kita kepada kenikmatan semu. Makin mahal dan makin heboh, justru lebih baik. Karena itulah bisnis marketing, entertainment, dan luxury goods bisa bertumbuh menjadi raksasa milyaran dollar. TV, iklan, internet, Hollywood, mal. Mereka senantiasa bersaing satu dengan yang lain untuk menangkap dan mencengkeram perhatian kita, indera kita yang sudah tumpul karena terus menerus dibombardir dengan pesan-pesan duniawi dan pelbagai aktivitas, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 365 hari setahun.

Lah, apa salahnya bersenang-senang? Gak ada. Saya juga senang bersenang-senang. Dan segala macam hiburan yang saya sebut di atas bisa menjadi sumber kreatifitas dan penghidupan banyak orang. Tapi kadang saya lupa, segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.
Dan, o iya, kapan ya terakhir kali saya beneran melihat matahari terbenam yang asli, yang ciptaan Tuhan, bukan foto2 matahari terbenam di internet yang sudah direkayasa? :( Saya terpesona lihat interior cantik di Grand Indo, sedangkan bulan sabit yang tak ada satu manusia pun bisa menciptakan, sudah gak saya perhatikan lagi.

3. REALITY (KENYATAAN HIDUP)

Di bagian ini digambarkan pemuda tadi sudah menjadi laki-laki dewasa, full-fledged adult. Dan saat itulah kenyataan dan badai kehidupan yang sebenarnya mulai datang menerpa. Langit yang tidak lagi biru ceria. Matahari yang tidak selalu bersinar cerah. Sungai yang tadinya adem ayem berubah menjadi lebar dan ganas, seakan-akan ingin menggulingkan perahu atau memporakporandakannya pada batu-batu tajam. Dan sang malaikat? Di manakah dia? Ah, dia tak nampak lagi. Mungkin karena di masa muda sang malaikat dicuekin melulu sehingga akhirnya dia ngambeg dan pergi? Atau... mungkinkah sebenarnya malaikat tetap berada di sisi manusia, membimbing dan melindungi seperti yang diperintahkan oleh Tuhan, namun manusia sendiri yang kelewat bebal sehingga tidak melihatnya?
Pada bagian ini pelukis menggambarkan sang manusia tidak lagi berdiri sombong atau tergesa-gesa, melainkan berlutut dan berdoa. Ia mulai mengerti bahwa kekuatannya sendiri tidak ada artinya. Ia berada dalam, dan membutuhkan suatu kuasa yang jauh lebih besar daripadanya. Sesuatu yang terlalu agung dan menakjubkan untuk bisa dia pahami, tetapi hanya bisa dia percaya. Ia mulai sadar bahwa biarpun ia harus terus berusaha mengendalikan perahu kehidupannya, ia juga harus belajar untuk berserah diri kepada Yang Di Atas.

Saya pernah membaca: "Be careful what you ask for, you might as well get it." Hati-hati dengan apa yang kamu minta, karena kemungkinan kamu akan benar-benar mendapatkannya. Berarti kalau saya memohon iman, kemungkinan saya akan menerima kegelapan; dan kalau saya memohon harapan, saya akan mengalami keputusasaan. Lho, koq? Ya, karena berdasarkan pengalaman saya, iman tumbuh dalam kegelapan dan harapan tumbuh dalam keputusasaan. Nah lo!


4. THE END (AKHIR CERITA)

Eeee... sang malaikat nongol lagi! Halo, malaikat. Dan gambar apa ini? Lihatlah... Si manusia sudah menjadi orang tua. Dan posisinya sama seperti waktu bayi, duduk di perahu. Sungai kehidupan tadi sudah berubah menjadi samudra luas. Hari sudah petang dan langitpun sudah gelap. Matahari tak tampak lagi. Pelukis dengan sangat indahnya menggambarkan cahaya mulia yang bersinar terang menembus kegelapan malam, menyinari perahu dan si orang tua, seakan-akan menjemput, memberi penerangan jalan, sekaligus mengucapkan selamat datang. Dan sang malaikat ternyata tak pernah pergi ke mana-mana. Di saat terakhir pun, sama seperti pada awal kehidupan, ia tetap mendampingi manusia, memberikan perlindungan, menunjukkan jalan. Tangannya menunjuk kepada terang, seakan-akan berkata: "Lihatlah! Engkau telah dijemput. Pekerjaanmu sudah selesai. Liburan panjang telah tiba. Di sana telah tersedia tempat bagimu. Jangan takut! Ini bukanlah benar-benar akhir. Ini hanya awal sesuatu yang baru, yang jauh lebih baik."

Ngnggng... saya tidak bisa berkomentar apa2 tentang lukisan yang satu ini, karena saya belum pernah menjadi tua, hehehe. Tetapi saya sangat berharap bahwa apabila tiba saatnya nanti saya dipanggil kembali untuk lapor kepada Sang Pencipta, Dia akan berkata: "Well done, good and faithful servant."
Isaiah 55:12-13

12 "Yes, in joy you shall depart'
in peace you shall be brough back;

Mountains dan hills shall break out in song before you,
and all the trees of the countryside shall clap their hands.

13 In place of the thornbush, the cypress shall grow,
instead of nettles, the myrtle.

This shall be to the LORD's renown,
an everlasting imperishable sign."

***
Ini adalah foto2 lain yang saya buat di Washington DC. Waktu itu bulan April, musim cherry blossom atau saat pohon-pohon ceri mulai berbunga. Kabar2nya pohon-pohon ceri tersebut merupakan hadiah dari pemerintah Jepang kepada pemerintah Amerika Serikat sebelum pecah Perang Dunia II.
Ini foto anak2 high school yang lagi "ngamen" di taman. Tidak, mereka tidak mencari uang, melainkan mencari penonton untuk pertunjukan acapella mereka. Kelihatannya mereka anak2 SMA swasta, karena anak2 SMA negeri di Amrik tidak pake seragam.


Pink cherry blossom di National Park. Walaupun saya belum pernah melihat yang di Jepang, saya sangat bersyukur bisa melihat yang di DC. Cherry Blossom Festival merupakan tradisi rakyat bagi penghuni ibu kota Amerika, apalagi peristiwa pohon ceri berbunga ini hanya kejadian sekali dalam setahun dan waktunya singkat, hanya 1-2 minggu. Selewat itu bunga2nya mulai rontok.

Di bawah ini foto pink cherry blossom dilihat dari jauh, rimbun mengitari National Monument, Monas-nya Amerika.

Pasti tau donk, ini apaan... Yap, The White House alias Gedung Putih, istana kepresidenan Amerika Serikat. Gak, saya gak masuk ke dalamnya, cuma mengambil foto dari sela-sela pagar luarnya saja. Btw, saya kepingin sekali ikut tur keliling Istana Negara di Jakarta, secara katanya sekarang Istana Negara sudah dibuka untuk umum setiap hari Sabtu dan Minggu. Kapan ke sana ya enaknya?

Yang terakhir ini adalah Washington DC National Cathedral. Saya cukup beruntung sempat ikut misa Minggu Palem di bangunan gereja gaya Gothic yang segede bagong ini. Bangunannya rada mirip Gereja Katedral Jakarta ya? Cuma bedanya museum di National Cathedral ini juga rame dikunjungi orang dan turis, sedangkan museum Katedral Jakarta sepi. :(



***

Sabtu, Juli 25, 2009

A Girl's Dozen Simple Pleasures

Category: Daily Life

Because LIFE, my friend, is simply full with pleasures waiting on every corner...



1. Waking up to the alarm clock on a cold, grey morning, then realize it’s a holiday and you can go back to sleep. Yayy!!!

2. Eating up a whole box of chocolate all by yourself without feeling guilty. *yum...*



3. A G-RRR-E-A-T kiss with a man you like.



4. Wearing pretty silk lingerie under ordinary clothes for no particular reason, just because it looks good and feels good. Being feminine is simply delightful!


5. Snuggling under a soft, thick, fluffy, comfy bedcover on a freshly-laundered 365-thread cotton sheets.

6. Watching a spectacular sunset from your office window.

7. A beautiful late afternoon rainbow after a day of pouring rain.


8. Hanging out at Starbucks on a Friday night with your close girl friends.



9. The smell of hot, crusty, newly-baked loaves when walking into a bread store.
10. Sauntering a big, cheerful toy store with a funny friend.

11. Buying your very own first house (The paying though, is not very pleasurable).

12. Savoring the moment when the lights go dark and the show is about to begin. Any kind of shows: Broadway in New York, ballet at TIM, opera at Gedung Kesenian Jakarta, Sendratari Ramayana at Prambanan...
Akhir kata:
***
PS: Tulisan ini saya buat beberapa bulan yang lalu. Tadinya mau saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tapi koq jadi kurang pas. Akhirnya saya biarkan seperti aslinya. I hope you enjoy it! :)
***

Senin, Juli 20, 2009

Bersih-bersiiih...


Category: Daily Life

Hari Senin dan tanggal merah pulak. Di luar matahari bersinar cerah. Langit pun kelihatan biru ceria. Horeeeee!!! Sesudah ngolet2 bentar, saya segera bangun, lantas bikin sarapan indomie goreng plus telor ceplok ditambah secangkir susu coklat. Beberapa potong biskuit dan sebutir jeruk sebagai penutup. Nyam nyam nyam...



Abis sarapan enaknya ngapain yah? Ah, Jumat, Sabtu dan Minggu kemarin sudah keluyuran ke mana2, hari ini "ngerem" aja di kos. Bersih-bersiiiiih... Seprei garis2 pink dicopot, ganti dengan seprei putih bunga-bunga biru. Nyapu sambil nyanyi-nyanyi...


Ah, cucian selesaiii... Terima kasih Tuhan, matahari yang bersinar cerah membuat cucianku cepat kering... Mmmm, wangi lagi!


Perasaan dulu saya datang ke Jakarta cuma bawa 2 koper saja. Kenapa sekarang barang2 saya jadi beranak pinak begini ya? Sortiiiir... Mana yang mau dibuang, mana yang mau dibagi-bagiin ke pembantu kos, mana yang masih mau disimpen... Lho, saya kok sudah lupa punya blus lavender kembang-kembang ini... Op op op... sambil ngebuang sampah tak lupa joget-joget diiringi mp3... Asiiiiik...


Maunya sih saya keliatan seimut Snow White sewaktu membersihkan pondok ke-7 kurcaci... *boleh donk ngayal dikit, ini kan blog saya wue...*



Saya jadi kebayang gambar2 vintage tempo doeloe, mother and daughter doing household chores together, hehehe... Di bawah ini salah satunya. Manis ya? Di Jakarta udah gak ada kali, secara orang2 pada punya pembantu... Kalau dulu di buku pelajaran Bahasa Indonesia ditulis begini: Ayah berangkat ke kantor. Ibu memasak di dapur. Saya membantu Ibu. Kalau sekarang jadi begini: Ayah berangkat main golf. Ibu berangkat arisan ke mal. Saya gaul sama teman2. Mbak Inem memasak di dapur. :(

Tralalaaaa... Kamarku sudah bersih dan rapi, cucianku pun sudah kering dan wangi. Saatnya makan siang dengan ayam goreng, timun dan nasi Padang yang dibeli dari warung (yang untungnya buka). Lalu santai2 di kasur sambil baca buku. Ah, the art of doing nothing... Hari ini memang Senin yang santai, tapi produktif... Dengan segala sophistication-nya, hidup ini sebenarnya terbuat dari bahan yang amat sederhana. It takes so little to make a lovely day. :)

***

Sabtu, Juli 18, 2009

Indonesia Menangis... Dan Saya Pun Berdoa Buat Para Teroris...

Category: Feelings & Thoughts

Tulisan ini didedikasikan kepada semua korban bom Marriott dan Ritz Carlton Jumat pagi kemarin, beserta keluarganya. Dan kepada bangsaku Indonesia yang tengah berduka.


Pagi-pagi dibangunkan oleh suara berisik dan sirene yang meraung-raung. Ternyata ada bom meledak di Mega Kuningan... lagi...



Ah, kasian bangsaku. Bertahun-tahun bangsa ini berjuang untuk memulihkan perekonomian dan citranya di mata dunia. Dan sekarang, saat tim sepak bola sebesar Manchester United merasa aman untuk datang ke negeri ini, tiba-tiba saja...



Gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga...



Membaca berita di internet, tokoh A mengutuk pelaku pengeboman... juga tokoh B... selebriti C mengutuk... tokoh internasional D mengutuk... Di Facebook, si Polan mengutuk... si Dodot mengutuk... Si Inem mengutuk... Mulai mengutuk mampus sampai supaya si pelaku masuk neraka, sampai supaya tujuh turunan cacar air dan gatel2. *lho?* Orang-orang yang terjebak delay dan macet di bandara mencaci-maki si teroris kampret karena bikin susah semua orang...

Dalam hati saya juga ingin mengutuk. Ingin mencaci maki. Tapi apa gunanya? Saya membaca sebuah komen di fesbuk yang cukup menohok, yang akan saya kutip di sini: "Pelaku bom bunuh diri = orang goblok yang berani mati lagi dimanfaatin sama orang jahat yang pinter dan takut mati."

Hmmmm... benar juga. Yang jahat adalah otaknya. Dianya sendiri takut mati sehingga membujuk orang lain untuk carry out the dirty work. Pelakunya sendiri? Yah, dia cuma orang goblok yang mudah dipengaruhi, dicuci otak dengan doktrin sesat. Tak ada gunanya mengutuk. Kebencian hanya menimbulkan lebih banyak lagi kebencian.
Saya berdoa. Saya berdoa untuk negeri ini. Negeri yang sering saya sebelin karena kebodohan, kekeraskepalaan, dan kemunafikannya, tapi toh tetap saya cintai.

Saya berdoa memohon ampun untuk semua dosa-dosa kami.
Saya berdoa untuk kasih, bukan kebencian.
Kejujuran, bukan politik.
Moral dan agama yang benar, bukan fanatisme berlebihan yang membabi-buta.
Persatuan, bukan perpecahan.

Dan saya berdoa untuk semua teroris dan calon teroris yang mungkin sedang dicuci otak, sedang ingin bergabung dengan paham yang aneh2, yang tertarik dengan ajaran2 yang keblinger, yang dipenuhi kebencian sehingga dalam keegoisannya juga ingin agar orang2 lain ikut menderita, supaya kalau memang manusia sudah tak bisa lagi menyentuh hati mereka, maka biarlah Tuhan yang menyentuh dan menyadarkan mereka dari kebutaan dan ketololan yang luar biasa keras kepalanya itu.

Dan saya semakin bertekad untuk tidak menjadi tukang ngambeg. (Baca tulisan saya tentang bahayanya jadi tukang ngambeg di sini) Karena teroris, sebenarnya adalah tukang ngambeg nomor wahid. Mereka ngambeg karena tidak mendapatkan apa yang mereka mau, apa pun itu. Mereka adalah orang2 yang tidak bahagia, sehingga ingin membuat orang2 lain tidak bahagia pula. If I cannot be happy, then no one is supposed to be happy! Everybody should be miserable, too, just like me!

Dan saya tidak mau jadi seperti itu.

Bangkitlah Indonesia! Meskipun segelintir pengecut egois goblok berusaha menjatuhkan dirimu, masih lebih banyak yang mencintaimu. Masih ada kebaikan di dunia ini. And it's worth fighting for.

Teman-teman sebangsa dan setanah air, apa pendapat Anda tentang peristiwa pengeboman ini? Apakah ada yang punya komentar dari orang asing tentang situasi di Indonesia?

***

Selasa, Juli 14, 2009

Melody Of The Wind


Category: Poetry Corner

I look up at the large clouds floating along the sapphire blue sky
Sighing, I lie down on the vast lawn of fragrant emerald green grass

Taking in all the lives revolving on this planet Earth
As the wind blow whispering its everlasting melody around this place where I am at

The pure gleaming white clouds above shift their shapes little by little
And suddenly I realize...

As if life is revealing itself right in front of my very eyes

Just like those clouds, we unknowingly become like this in the wake of time
Each of us taking our own shapes amidst the blowing winds of destiny

Smilingly, I’m grateful to know
It’s alright for me to cry sadly and happily for no reason at all, alone on this lonely hill
Just like the old-time luxury of crying sadly and happily for no reason, alone atop the roof

The wind’s song will gently wipe my tears and carry them away
To the very end of the sky


...To the very end of the sky…

***


Memorial Park, The City of XXX, USA
July 4, 200X

Kamis, Juli 09, 2009

Back to Real Life... *sigh*


Category: Daily life

Setelah liburan tiga hari yang menyenangkan, saya (kudu) balik ke Jakarta. Back to real life...

Begitu masuk kos2an, koq rasanya kamar ini jadi sempit banget yah?
Terus selama di luar kota semua gejala pilek-sakit tenggorokan-migren saya lenyap tanpa bekas. Baru nginjek Jakarta kurang dari 2 jam, koq udah bersin2 lagi?
Yah, paling enggak besok hari Jumat. Masih bisa dianggap libur.
Besok hari Senin saja saya mulai gawe lagi.

Jungkir balik cari kerja lageeee...
Makan warteg dan gorengan lageeee...
Macet lagheee...
Menghirup udara debu lagheee...
Keringetan desek2an di busway lageeee...
Lagu pengantar tidur bukan lagi suara jangkrik melainkan deruman ojek motor...
Bangun pagi enggak lagi ngeliat hamparan sawah menghijau atau gunung yang membiru, tetapi asap jelek dan gedung2 pencakar langit...
Heh... Siapa suruh datang Jakarta?

Jakartaaaaaa.... Jakarta.... I hate you then I love you then I love you then I hate you, then I love you again... If I can make it there, I'll make it anywhere... It's up to you... Jakarta... Jakarta...

***

Selasa, Juli 07, 2009

Borobudur: Tempat Sampah Umum? !@#$%&!!!

Saya pernah mendengar kalimat ini: "Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai pemimpinnya." Kali ini saya ingin menambahkan satu kalimat lagi: "Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai dan memelihara kekayaan yang telah diberikan oleh Tuhan kepadanya."



Category: Feelings & Thoughts

Saya cabut ke Jogja. Tiga hari saja. Sendiri. Saya bosan dan stress di Jakarta, berkutat mencari kerjaan baru yang tiada kunjung datang, plus bengek menghirup udara debu saban hari. Waktunya untuk take a break. Saya kan gak mau jadi sinting karena tiap hari melototin situs pencari kerja.

Walaupun tanpa rencana matang, ternyata liburan kali ini sangat "efisien dan efektif". Saya menyewa mobil di tempat travel langganan (eks) kantor saya. Pemiliknya, yang mungkin kasian sama saya setelah tau status saya yang pengangguran, memberikan potongan harga yang lumayan. Saya nginap di hostel atau guesthouse yang murah meriah. Pokoknya yang di bawah Rp 200 ribu per malam lah. Yang penting bersih dan saya gak terlantar atau kudu tidur di alun2 saat malam tiba. Toh sepanjang hari dari pagi sampai malam saya keluyuran di luar.

Beda dengan biasanya, liburan kali ini saya harus melakukan banyak "akrobat" supaya keuangan saya gak jebol. Saya makan di warung2 pinggir jalan, mengunjungi galeri2 seni gratisan dan candi2 yang tiket masuknya (untungnya) tak sampai 5000 perak. Maklum, lagi gak punya penghasilan. Tapi tak apa. Toh saya memang suka kesenian dan sejarah. Hanya saja dengan perasaan ngenes saya berkeras tidak mengunjungi sentra2 kerajinan seperti Kasongan dan Kotagede. Situasi yang sedang prihatin membuat saya bertekad untuk tidak membeli apa2 yang tidak perlu. Untuk apa mendekati godaan? Saya sadar, kalau saya pergi, tangan saya perlu digerendel pake gembok supaya gak nekad belanja ini itu. Duh, untuk kesekian kalinya saya mengucap permohonan kepada Tuhan supaya segera mendapat kerjaan baru, supaya pemasukan uang bisa lancar kembali..

Satu2nya treat yang saya ijinkan buat diri sendiri pada perjalanan kali ini adalah ikut paket Borobudur Sunrise di Hotel Manohara. (Gak, gak ada hubungan dengan Manohara yang itu) Ongkosnya Rp 150 ribu. Hotelnya Rp 575 ribu. Dari hotel ke candi cukup jalan kaki. Tak sampai 5 menit pun sampai. Saya sempat maju mundur kayak undur2 mengingat biaya yang tak bisa dibilang murah. Saya merasa bersalah. Wong lagi pengangguran kok malah hura-hura! Tapi akhirnya saya nekad. Toh saya tak belanja apa2 pada liburan kali ini, kata saya mem bujuk2 diri sendiri sebagai justifikasi atas kemewahan di saat "krisis" yang saya lakukan.

Ternyata saya tidak menyesal. Di Jakarta, boro2 menonton matahari terbit. Biasanya saat sang surya mulai "piket" keliling bumi saya masih enak2 molor di ranjang. Lagian susah melihat sunrise kalau di mana2 tertutup gedung2 pencakar langit dan asap knalpot. Kali ini saya bukan hanya sudah terbangun sejak jam 4 pagi untuk mendaki 10 tingkat Borobudur saat hari masih gelap, tetapi juga mendapatkan luxury menonton sunrise dari puncak Candi Borobudur. Mantabs!

The sunrise, needless to say, was spectacular. Namun saya sangat kecewa waktu terang tanah dan saya bisa melihat jelas keadaan di sekeliling saya.

Candi Borobudur yang cantik, majestic, peninggalan sejarah kekayaan bangsa Indonesia, yang juga merupakan tempat suci agama Buddha, "dihias" oleh sampah2 yang berserakan di mana2. Botol2 plastik bekas air, kaleng2 bekas minuman, bungkus makanan, kulit jeruk, dan entah apa lagi.

Saya terpana. Terpukul. Kesal. Kemudian sedih. Dan ketika saya mendengar beberapa turis bule (sepertinya Australian, kalau mendengar logatnya) berkomentar tentang joroknya bangunan bersejarah ini, saya malu. Malu kepada turis yang datang dari negeri lain itu. Malu untuk bangsa sendiri. Apakah bangsa ini sedemikian tidak peduli dan tidak menghargai kekayaan miliknya sendiri? Apakah bangsa ini sedemikian tidak tahu malu sehingga tidak mempedulikan image-nya sendiri di mata dunia? Apakah bangsa ini sedemikian pemalas sehingga untuk melakukan hal yang mudah seperti membuang sampah pada tempatnya saja tidak mau? Apa susahnya sih membuang sampah pada tempatnya? Apakah itu merupakan pekerjaan berat? Memangnya Borobudur ini dianggap apa, tempat sampah umum? Ngawur aja!

Pukul 7. Waktunya turun candi untuk sarapan di hotel. Saya mengeluarkan kantong plastik dari tas. Sepanjang jalan turun saya memunguti sampah2 yang berserakan. (Tentu saja hanya di rute yang saya lewati, gak mungkin saya rela muter keliling candi yang segede bagong itu untuk membersihkan sampah! Saya gak sebaik itu!) Mungkin orang2 heran melihat kelakuan saya, tapi saya tak peduli. Saya cuma orang biasa. Satu di antara sekian banyak rakyat biasa. Saya tak bisa berbuat banyak. Saya cuma bisa melakukan apa yang bisa saya lakukan Dan hanya ini yang bisa saya lakukan. Hanya ini.

Dan membuat tulisan ini. Saya mengajak teman-teman semua untuk menghargai dan merawat apa yang kita miliki. Apa yang Indonesia miliki. Karena kalau apa yang kita sudah punya saja tidak kita syukuri, hargai dan rawat dengan baik, bagaimana kita mau men jerit2 minta kepada Tuhan untuk memberi lebih banyak lagi? Buat apa protes2 dan demo2 ke pemerintah kalau sesudah demo kita meninggalkan sampah segudang? Siapa yang mau mendengarkan keluhan orang2 yang untuk melakukan hal sesimpel buang sampah pada tempatnya saja gak bisa dan gak mau? Saya sih ogah! Kalau dalam hal kecil saja kita sudah malas dan tak becus, gimana mau dipercaya untuk melakukan hal-hal besar? Bagaimana negara dan bangsa lain akan menghargai kita dan milik kita kalau kitanya saja malah mengotori dan merusaknya? Mungkinkah itu sebabnya negeri tetangga kita (yang tak perlu saya sebut negara mana) tanpa respek sama sekali seenak udel berlenggang kangkung "merampas" kekayaan2 kita seperti reog, tempe, lagu2 daerah untuk diaku milik sendiri dan bahkan nekad menerobos ke wilyaah perairan kita? Mungkin karena mereka melihat bahwa kebanyakan orang Indonesia toh bersikap seolah-olah tidak peduli pada kekayaannya sendiri, jadi mereka pikir mendingan diambil saja supaya bisa dirawat sebagaimana mestinya!

Di sekeliling saya keindahan alam dan desa Borobudur terbentang luas memukau mata. Tapi saya tetap menunduk dan memunguti sampah yang berserakan. Terus sampai tingkat paling bawah, untuk kemudian dibuang ke tong sampah yang tersedia. Saya pulang ke hotel dan mencuci tangan, makan pagi dan ber siap2 check out.

***