Selasa, September 28, 2010

Renita The Receptionist: Confession of A Smart-Money-holic

Category: Feelings & Thoughts

Let me tell you about Renita, the Receptionist.

"PT. XYZ, good morning. How may I help you?" Sepotong suara bening yang ramah menyapa setiap kali telpon berdering di kantor saya. Yang empunya suara itu adalah Renita, resepsionis kantor kami.




Renita lulusan D3 dan baru setahun kerja. Ini adalah pekerjaan pertamanya. Anaknya cukup manis dengan potongan tubuh sedang, kulit cokla muda (tidak hitam tidak putih), berkacamata dan berambut sebahu. Penampilannya senantiasa rapi sesuai tuntutannya sebagai wajah perusahaan. Pembawaannya ramah dan ceria.

Tetapi dalam tulisan kali ini saya bukan hendak menulis tentang ke-profesional-an Renita sebagai seorang resepsionis. Renita memang top sebagai penerima telpon dan tamu, tetapi itu kan memang tugasnya, untuk itulah dia digaji, jadi bukan itu yang paling saya kagumi dari seorang Renita.

Yang saya kagumi adalah kedewasaan dan sikapnya dalam soal mengatur dan mendapatkan uang.

Dengan begitu banyak godaan material di kota sebesar Jakarta, selama beberapa tahun saya berkarir di ibu kota ini, sudah sekian banyak saya melihat perempuan2 kantoran Jakarta yang "kecebur" dalam kebodohan finansial. Besar pasak daripada tiang. Entah itu pegawai level staff seperti sekretaris dan admin junior, account executive, manajer muda, bahkan full-fledged manager.

Saya gak akan ngomongin orang2 yang kerja cuma buat cari kartu nama karena ortu atau suami-nya sudah kaya ya. Saya juga gak akan cerita soal ibu2 kaya atau senior manager atau direktris atau pengusaha sukses. Saya berbicara tentang orang2 yang kantong pas2an tapi mental dan gaya hidup (serta gaya belanjanya) sok kaya.

Admin dengan gaji 1,5 juta sebulan dengan entengnya membeli cardigan, sepatu, dan blus peasant lucu2 di Zara dan Mango dengan total harga sebulan gaji. "Kan lagi sale, Mbak." Begitu alasannya.

Atau asisten manajer dengan gaji 5 juta sebulan yang membeli tas Dior seharga 9 juta. "Kan ada kartu kredit." Cetusnya enteng.

Yah, itu hak pribadi sih. Walaupun saya sebagai anak daerah yang merantau ke ibu kota tetap enggak habis pikir, apa enggak sayang ya?

Tapi Renita beda. Tau apa yang bikin beda? Karena ingin tampil gaya, dia tidak mengandalkan kartu kredit atau sale. Dia memperbesar jatah kue-nya alias mencari tambahan penghasilan. Caranya? Rajin jualan di kantor (Yang kebetulan diijinkan asal tidak mengganggu pekerjaan)

Renita rajin jualan, mulai dari barang2 katalog semacam kosmetik Oriflame, tas Sophie Martin, pelbagai alat rumah tangga Tupperware; sampai pashmina, ber macam2 asesoris wanita, pashmina, parfum, kue2 kering menjelang Natal dan Lebaran, parcel, sampai kartu isi ulang pulsa handphone!

Tanpa malu2, dengan luwesnya dia menawarkan barang dagangannya ke sana ke mari. Via email, dari meja ke meja setelah jam kerjanya selesai, bahkan tak segan2 saat ibu atau bapak bos lewat (tentunya sesudah usai jam kerja) Renita akan menawarkan dengan manis, "Ayo, Bapak, beli anting2 buat Ibu-nya di rumah. Pasti istri Bapak tambah sayang deh!"

Dan tentu saja barang dagangan Renita pada umumnya cukup laku. Orang2 kerja yang sibuk tentu saja senang kalau bisa membeli barang2 keperluan (maupun barang2 genit yang sebenarnya tak begitu diperlukan) tanpa harus sowan ke mall. Bayarnya bisa nyicil pula, tunggu tanggal gajian.

Saya pernah bertanya kepada Renita, jualan ini hobi atau iseng saja. Dan jawabnya, "Ya awalnya dulu waktu kuliah iseng saja sih Mbak. Tapi ternyata kok laku dan hasilnya lumayan buat nambah2 uang saku. Ya sudah saya jalanin dengan lebih serius saja Mbak. Siapa tahu suatu hari nanti saya bisa buka toko sendiri."

Kemudian Renita bercerita bahwa semasa kuliah D3, dari hasil keuntungan jualan yang tak seberapa, dia bisa mencukupi kebutuhan membeli alat2 sekolah dan penampilan khas anak muda seperti busana trendi dan pernak-pernik ala kadarnya.

"Ibu saya kan janda dan cuma usaha warung kecil2an Mbak. Adik saya juga masih SMP. Ibu cuma bisa memberi biaya makan dan sekolah. Terserah saya untuk mencukupkan biaya untuk hal2 lain yang bukan kebutuhan utama, " terangnya.

Ia menerangkan bahwa dari gajinya sebagai resepsionis - yang biarpun tidak besar -, itu cukup untuk menutup ongkos transpor, makan, memberi uang bulanan untuk ibunya, dan ditabung. Renita memakai sistem automatic saving, jadi secara otomatis setiap habis gajian 15% jumlah yang dia diterima masuk ke rekening lain yang tidak bisa di kutak-katik.

Sedangkan untuk keperluan2 sekunder ia sebisa mungkin tidak menggunakan penghasilan gajinya. Apakah kebutuhan sekunder itu?

"Jalan2 dengan teman2, nonton, beli baju, sekali2 membelikan hadiah buat adik. Ya gitu deh, Mbak. Lumayan kan dari hasil jualan bisa untuk senang2. Gaji enggak terganggu. Habis gaji saya kan enggak gede, Mbak. Terus gak perlu ngutang pake kartu kredit segala," Renita terkekeh.

Lha kalau pas jualan lagi seret alias gak laku?

"Ya barang2 jualan saya kan semua titipan jadi gak masalah sih. Saya enggak rugi. Tapi ya kalau lagi musim "kering" saya bulan itu mengurangi acara senang2 atau beli2. Enggak pa-pa kok sekali2 tirakat. Toh bulan2 berikutnya biasanya ada rejeki lagi."

Hmmm.... Saya takjub.

Baru kemarin seorang manager muda, bagian finance, mengeluhkan keborosannya membeli barang2 branded sehingga tagihan kartu kreditnya mencapai 3 bulan gajinya. Padahal dia bagian finance! Sedangkan Renita lulusan D3 Sekretaris, tapi dia bukan cuma mengerti mengatur keuangan, tetapi juga mempraktekkannya.

Dan kisah Renita berikutnya membuat saya lebih takjub lagi.

"Saya kan baru saja membuat mailing list dengan sesama Receptionist kantor2 lain di gedung ini Mbak. Jadi lewat wadah itu kami bisa share tips2 kerjaan dan bikin acara makan siang bareng kalau pas ada yang menggantikan kerjaan kami. Dari milis saya juga bisa jualan dan nitip barang dagangan Mbak, jadi doain saja semoga jualan saya tambah laku ke kantor2 lain di gedung sini Mbak." katanya dengan mata berbinar.

Saya kagum.

Ah, Renita, siapa pun yang menjadi suami dan anakmu nanti, mereka sangat beruntung mendapatkan seorang istri dan ibu yang pandai mengatur keuangan.

Mungkin seharusnya kisah Renita ini bisa diangkat menjadi novel "Confession of a Wise Smart-Money-Holic"!

***

A Simple Gal's Journal - Tuesday

Category: Daily Life


Today...


I'm grateful for...
Cuaca yang cerah pagi ini. Tahun ini boleh dibilang tidak ada musim kemarau, dan bangun pagi untuk bekerja mencari sesuap nasi di saat cuaca mendung dan dingin kedengarannya sungguh tidak menarik. Setelah sore yang hujan kemaren, alangkah senangnya bahwa pagi ini matahari bersinar. Mungkin petang nanti mendung akan kembali melanda Jakarta, tapi biarlah. Hujan berarti alangkah suburnya tanah air beta Indonesia, hehehe...


At work...
Berkat lembur kemarin, saya berhasil menyelesaikan financial modeling sebelum deadline hari Jumat. Yayyy!!! Berarti hari2 mendatang saya akan cukup santai, tinggal cek dan ricek saja apakah semuanya sudah betul. (Makanya jam kerja begini saya bisa menulis blog, hehehe) Seorang rekan kerja ber bisik2 mengatakan sedang interview di tempat lain dan most likely akan resign bulan mendatang. Hmmmm... hidup ini memang seperti musim. Orang datang dan pergi seperti ombak di pantai. There's nothing you can do about it but enjoy every moment and make it worth while.

On the lunch menu...

Mie ayam gerobak yang dibelikan OB, dengan extra pangsit (cukup ditambah 2000 rupiah saja). Seorang rekan kerja menawarkan icip2 pastel goreng buatan mama-nya. Isinya wortel, telur, kentang dan potongan2 susis. Sedaaaaap! Ugh, senangnya masih tinggal sama orang tua! Ada yang bikinin makanan!

I just bought...

Empat jenis masker wajah dalam tube kecil2, keluaran Sophie Martin: Cherry/Orange, Honey/Yoghurt, Strawberry/Milk, Green tea/Apple. Saya memang hobi pake masker. Bukan karena saya betulan percaya sama segala bunyi iklan yang menjanjikan kulit halus mulus setelah maskeran, tapi karena maskeran membuat saya rileks dan merupakan salah satu ritual memanjakan diri yang gampang, murah-meriah, dan tak perlu nyalon - cukup dilakukan di kamar kos saja! Makanya saya beli 4 macam sekaligus, mumpung murah ini, dan diskon 10%. Plus, saya tidak perlu ke mal untuk membelinya, cukup pesan melalui katalog yang ditawarkan oleh Receptionist kantor yang memang rajin jualan segala macem produk, mulai dari Oriflame sampai Tupperware.

This evening I will watch...

Resident Evil yang paling anyar. Saya tidak mengikuti film2 sebelumnya, tapi karena teman2 mengajak nonton film itu, ya ok lah. Film-nya lumayan juga kok.

I'm planning to...

Catch up with an old friend. Saya menemukan beberapa teman lama di fesbuk yang kebetulan juga tinggal di Jakarta. Saya berencana akan menelpon 1-2 di antaranya dan janjian untuk ngupi2 bareng. Tidak cukup hanya gaul dengan teman sekantor saja. Saya perlu melebarkan sayap sehingga pergaulan menjadi agak luas. Orang Jakarta memang terkenal (sok) sibuk, tetapi sebagai makhluk individu yang juga sosial, saya merasa perlu tetap menjaga human relationship. And what is the best gift you could offer to someone else? Time. Because that's what your life is made of.

Here's the picture of the delightful face-masks I bought!
***

Senin, September 27, 2010

Everyday Beauty: Making The Best Of What You Have (Or Where You Live)

Category: Tips

Never put up with the mediocrity that surrounds you. Make the best of things.

Jangan pernah menyerah dengan keadaan sekelilingmu yang biasa banget. Cobalah membuat yang terbaik dari situasimu, apa pun itu.

***

I love interior decorating! Teman2 sampain ngeledekin "Lo kayak ibu-ibu ajah..." lantaran hobi saya menata rumah (atau apartemen, atau kamar kos sempit) dan menonton acara2 TV ibu2 seperti Shabby Chic, Home Improvement, dll.

Tentu saja, setelah jadi anak kos, hobi saya menghias rumah jadi terbatas. Tapi saya tidak mau menunggu sampai punya rumah sendiri! Dengan segala keterbatasannya, saya tetap ingin tempat tinggal saya - sekalipun hanya kamar kos seiprit - kelihatan cantik dan homey.

Kali ini saya ingin berbagi my last project: beautifying the bathroom! Atau lebih tepatnya: the toilet! Bisa dilihat gambarnya di atas.

Sudah lama saya jenuh dengan toilet di kos yang "biasa banget". Dulu di IKEA Amrik, saya membeli 1 toilet set yang terdiri dari penutup toilet seat dan keset. Terbuat dari bahan berbulu mirip bulu domba, warnanya biru langit. Waktu itu sedang sale, jadi harganya hanya $ 7.99.

Di Indonesia saya mencoba mencati toilet set sejenis di Ace Hardware, tetapi pilihan motif dan warna sangat terbatas: navy blue, hijau lumut, merah tua. Polos dan tak menarik. Lagipula harganya bikin saya langsung balik badan dan gak jadi beli: lebih dari Rp 250 ribu! Weleh.

Setelah ber pikir2, saya memutuskan untuk membuat toilet set sendiri. Dan inilah hasilnya.

Bagian atas toilet tank saya hias dengan toples plastik bekas kue Lebaran yang sudah saya cuci bersih kemudian saya isi dengan hiasan bulu warna biru muda (juga sisa hiasan keranjang parcel) dan lilin hias berbentuk bunga warna salem - oleh2 teman dari Bali. Di sebelahnya saya taruh asbak logam gratisan yang saya dapat sebagai merchandise salah satu merk rokok yang saya isi dengan shampo hotel. Tadinya saya sempat garuk2 kepala mau dibuat apa asbak ini karena saya gak merokok. Eeee, ternyata ada gunanya juga!



Waktu saya hunting bahan ke ITC Ambassador, saya mampir ke toko serba 6000-an dan membeli handuk tangan mungil warna-warni yang meriah ini. Sekilas kelihatan agak norak, tapi setelah digantung di kamar mandi saya yang mungil, ternyata kelihatan lumayan juga.

Saya juga mendapatkan stiker manis Hello Kitty yang saya tempelkan di toilet tank.



Sebagai bahan utama, yaitu toilet seat cover, saya membeli handuk pink-kuning ini seharga 35 ribu rupiah. Saya tidak pandai menjahit, tapi untuk membuat project ini hanya diperlukan jelujuran sederhana untuk memasukkan tali elastik, seperti bisa dilihat di sini. Bila toilet seat dibuka memang kelihatan kalau yang membuat bukan penjahit ahli, tapi karena tujuannya memang mempercantik toilet seat dalam keadaan tertutup, saya tak terlalu ambil pusing.









Dan voila! Inilah hasil iseng di satu hari Minggu! ^__^



***

Jumat, September 10, 2010

This n That of Ramadhan n Lebaran

Category: Celebration


First of all, selamat hari raya Lebaran bagi semua rekan2 yang beragama Muslim. Maaf lahir dan batin.

Second of all, kirim2 ketupat dooooonk... hihihi...

Karena saya Katolik, saya tidak merayakan Lebaran. Tapi sebagai orang Indonesia yang notabene merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, saya sudah akrab dengan ritual bulan puasa dan Lebaran sejak masih kecil.

Bagi saya, bulan Ramadhan dan Lebaran akan selalu membawa kenangan2 manis seperti ini...

Puasaaaaaa.... Puasaaaaaaa...

Biarpun saya enggak puasa, tapi dari kecil udah biasa denger suara beduk dan anak2 yang lari2 di kampung seraya meneriakkan: "Sahuuuuurrrr.... Sahuuuuurrr..." Jaman sekolah dulu saya sangat senang mendengarnya karena itu berarti sebulan lagi bakal ada libur panjang, heheheh...

Hari2 Ramadhan, mal jadi penuh karena karyawan2 yang tidak puasa - untuk menghormati yang berpuasa - biasanya memilih makan di luar. Catering dihentikan sementara, diganti dengan uang makan. Saya sangat salut dengan rekan Muslim yang malah ikut kita ke mal. "Lho, mang kalau gw puasa seluruh dunia kudu berhenti kegiatan buat menghormati gw. Apa hikmahnya puasa tanpa godaan? Makin banyak godaan makin gede pahala gw donk!" Begitu katanya dengan muka kocak. Hebat deh elo, bro!

Kiriman parcel dan ketupat Lebaran.


Bahkan sampai sudah setua ini (ceile, sok tua de) anak2 di kantor masih hingar-bingar dan liar mendadak saat ada yang dapat kiriman parcel. Dengan sendirinya, sebelum yang empunya parcel sempat protes, isi parcel sudah dijarah dan di bagi2kan dengan se adil2nya dan dalam tempo yang se singkat2nya. Hehehe...
Canda ding, tapi memang parcel yang dikirim ke kantor biasanya dikumpulkan kemudian dikasi nomer dan diundi. Dengan demikian semuanya dapat dan gak memancing kecurigaan atau korupsi yang enggak2.
Anak2 kantor kan suka sok ngeritik pejabat korup tuh. Masa diri sendiri nerima sogokan parcel tanpa bagi2 ke temen2, kan malu atuh!

Jakarta semakin muaceeeeeeetttt ....!!!

Satu hal yang nyebelin pada bulan puasa baik bagi rekan2 Muslim maupun bukan: jam pulang kerja yang biasanya sudah macet jadi semakin tak berperikemanusiaan ajah macetnya!







Mudiiiiiiiiiik .... !!!!

Kalau ini mah, baik yang merayakan atau tidak memang sudah tradisi pulang kampoeng saat libur Lebaran. Jakarta jadi sepi bo...

Liburan ngapain Bu? Jadi pembantu di rumah niiiih...

Ya gitu lah kalo pembantu pada mudik, rekan2 wanita di kantor yang sudah berkeluarga biasanya mengambil cuti tambahan untuk jadi pembantu dan babysitter di rumah, hehehe...
Sekretaris bos saya juga begitu. Pusinglah si bos nanti seminggu sesudah Lebaran enggak punya sekretaris, hihihi...

Bukber bersamaaaaaaaa.... !!!

Yang ini mah acara rutin tiap bulan puasa. Entah puasa enggak puasa kita2 pada bikin acara bukber bersama yang sekaligus menjadi acara temu kangen dengan teman2 yang lama tidak berjumpa. Saya sendiri bisa seminggu 3 kali acara bukber. Dengan temen2 kantor lama. Dengan temen2 eks kuliah. Dengan teman2 eks SMA. Pokoknya banyak deh!
Tiap kali saya bilang mau bukber, temen2 saya pada ngeledek: "Kayak yang lo puasa ajah!"
Biarin! Yang penting hepi2 sambil berjamaah, hehehe...

Oma, Opa, Kakak, Adek, Om, Tante, semua ke mal....

Hari ini hari pertama Lebaran. Sudah bisa dipastikan 99% keluarga2 yang masih nyangkut di Ibu Kota akan rame2 pergi ke mal untuk makan. Seluruh keluarga diboyong. Sampe oma2 yang sudah naik kursi roda juga.
Habis gimana? Di rumah gak ada yang masak.
Warung2 pada tutup.
Baru deh kerasa betapa pentingnya pembantu dan warteg sebagai life support system kita se hari2.



Eniwei... Saya juga mau cabut lunch dengan temen2 yang sama2 gak mudik. So, again, selamat Lebaran dan liburan semuanya!

***